Hari Pahlawan 10 November identik dengan perjuangan merebut dan
mempertahankan kemerdekaan NKRI. Salah satu ikon penting dalam perang
kemerdekaan adalah bambu runcing. Bagaimana asal-usul dan kehebatan
senjata tradisional pejuang Indonesia ini?
Bambu runcing sebenarnya strategi standar untuk menghalau gerakan musuh.
Alat ini sudah digunakan oleh pihak kolonial menghalau masuknya Jepang
ke Indonesia. Diceritakan, ketika armada Jepang mendekati Pulau Jawa
akhir Februari 1942, Belanda mengira akan menerjunkan pasukan payung di
atas wilayah Kalijati. Maka diperluaslah ribuan bambu yang diruncingkan
ujungnya untuk menyambut pasukan para Jepang.
|
Foto: parakanstate.blogspot
|
Rupanya Jepang mendarat di pantai laut dekat Eretan, langsung menuju
Subang dan akhirnya mengancam Kalijati juga. Belanda pun menyerah, dan
Jepang menguasai Jawa. Strategi bambu runcing yang sebelumnya dipakai
oleh Belanda justru dimanfaatkan oleh pihak Jepang. Bambu runcing
kemudian dijadikan alat latihan baris-berbaris para pemuda Seinendan,
Keibodan, Gakutotai, Hizbullah dan lain-lain. para pemuda dengan penuh
semangat mempergunakan “takeyari” ini untuk ditunjukan kepada musuh
Jepang yakni sekutu, termasuk Belanda.
Apakah berarti Belanda yang menggunakan bambu runcing pertama kali, lalu
diadopsi oleh Jepang dan akhirnya pejuang kita? Untuk memahami
sejarahnya, kita harus mengikuti kisah berikut ini, "Bambu Runcing
Parakan."
Di daerah Parakan Temanggung, Jawa Tengah, hiduplah Kiai Subchi,
seorang ulama yang sangat tawadhu dan dihormati masyarakat sekitar. Kiai
Subchi tiap hari berkeliling kampung mengajar ngaji dan menjadi
penyuluh pertanian. Bila ada satu persoalan, masyarakat sering
mendatanginya untuk mencari solusi.
Di tahun 1941, dia mengumpulkan para santri dan pemuda desa untuk
mengadakan persiapan perang. Hadir dalam pertemuan tersebut Kiai Noer
(Putera Kiai Subchi) dan lurah Masúd (Adik Kiai Subchi). Dalam pertemuan
tersebut dibentuk pasukan Hizbullah-Sabilillah di bawah pimpinan Kiai
Subchi sendiri.
Pasukan yang baru dibentuk ini mengalami kendala dalam hal
persenjataan. Yang ada baru pedang, golok, klewang, keris, tombak dan
sebagainya. Namun senjata-senjata ini pun terbatas dimiliki warga. Sebab
itu, Kiai Noer mengusulkan agar pasukan yang bari dibentuk ini
dipersenjatai dengan cucukan (Bambu yang diruncingkan ujungnya). Dengan
alasan bambu mudah diperoleh di mana-mana dan mudah membuatnya. Selain
itu, luka yang diakibatkan oleh tusukan cucukan juga lebih parah
akibatnya sehingga sulit di obati.
Usul ini akhirnya diterima secara mufakat. Hanya saja, menurut Kiai
Subchi masih ada kendala, yakni bagaimana membuat rakyat bersemangat dan
yakin jika hanya dengan bersenjatakan cucukan, bisa menghadapi musuh
dan meraih kemenangan.
Maka Kiai Subchi pun mengumpulkan pasukan lalu memanjatkan doá agar
Allaah Subhanahu WaTaála memberikan kekuatan istimewa kepada pasukan
cucukan ini. Doá itu berbunyi : “Laa Tudrikhuhul Absar Wahuwa Tudhrikuhul Absar Wahuwa Latiful Kabir,” dengan tiga kali membaca sembari menahan nafas.
Peristiwa ini menimbulkan 'darah baru' atau semangat di kalangan pemuda
saat itu dan yakin jika senjata baru ini memiliki keistimewaan yang
dahsyat. Hal ini akhirnya menjadi satu “ritual” yang tidak dilewatkan,
setiap ada pasukan baru dengan senjata cucukan, mereka pasti mendatangi
Kiai Subchi untuk meminta doánya.
|
Foto: kidsklik.com |
Setahun setelah firasat Kiai Subchi, Jepang pun datang dan pecah perang
besar antara Belanda melawan Jepang. Pasukan Jepang pernah ingin
menguasai Parakan, namun dihadang oleh Pasukan Bambu Runcing Kiai
Subchi. Dan akhirnya Jepang pun mengurungkan niatnya ke Parakan dan
meneruskan geraknya ke Wonosobo. Kabar keberhasilan pasukan cucukan Kiai
Subchi menghalau pasukan Jepang ini menjadi buah bibir pasukan lainnya.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Magelang masih diduduki Jepang. Pasukan
Hizbullah dari daerah Parakan dan daerah Kedu bersatu untuk mengusir
Jepang dari Magelang. Dalam pertempuran tersebut Jepang terlihat sangat
ketakutan menghadapi pasukan cucukan yang di pimpin Kiai Subchi. Hal
ini menaikan pamor senjata cucukan atau Bambu Runcing.
Sejak itulah, seiring naiknya pamor cucukan, maka sosok Kiai Subchi pun
menjadi terkenal. Apalagi pasukannya juga berhasil memukul mundur
pasukan Gurkha dari Magelang hingga ke Semarang. Para pejuang
kemerdekaan pun berduyun-duyun datang ke Parakan, lengkap dengan bambu
runcingnya, untuk menemui Kiai Subchi dan meminta doá nya.
Para pejuang itu datang dari Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta sampai kawasan Banyuwangi, dengan naik kereta api yang penuh
sesak dengan bambu runcing. Sejak saat itu bambu runcing telah menjadi
senjata Jihad Fii Sabilillah yang terkenal keampuhannya. Bambu Runcing
yang dipakai Kiai Subchi sendiri menjadi legenda. Bahkan diminta oleh
Museum ABRI untuk dijadikan koleksi bersejarahnya.
sumber artikel
Thanks for reading:
Rupanya Rahasia Kehebatan Bambu Runcing Karena Doa