Perkembangan
ilmu kejiwaan juga telah memberi tempat bagi musik untuk berperan serta
dalam terapi psikologis. Tapi tidak semua musik tepat untuk semua
orang. Kalau orang tidak terbiasa mendengar gamelan lalu disuruh dengar
gamelan, dia bukannya rileks malah bisa stres karena tidak ngerti.
Dalam konteks
musik sebagai terapi psikologis, pengetahuan tentang musik yang cocok
untuk tiap individu berperan penting untuk keperluan analisa dalam
penggunaan musik untuk terapi.
Dr. Monty Satiadarma,
Rektor Universitas Tarumanegara, Jakarta, memaparkan, jika musik
bersifat asosiatif, mampu membangkitkan kenangan masa lampau melalui
gugahan ingatan, maka dengan aktivitas musik individu diajak serta
menelusuri kehidupan masa lampaunya. Dalam hal ini musik dapat digunakan
oleh psikiater dalam proses penyembuhan pasien.
Musik bersifat ritmis
dapat membantu individu untuk belajar adaptif dengan ritme kehidupan
(ritme gerak, mulai yang sederhana hingga kompleks). Jika musik mampu
menggugah emosi, maka melalui musik individu dapat mengalami kembali (re-experiencing) pengalaman masa lampau (bukan sekadar mengingat, tetapi mengalami kembali).
Studi literatur yang dilakukan Jeremy Nobel dan Heather L Stuckey dari American Journal of Public Health, memaparkan
bahwa musik dapat menenangkan aktivitas saraf dalam otak, mengurangi
kegelisahan, dan membantu penyimpanan kembali fungsi efektif dalam
sistem kekebalan tubuh terutama melalui kegiatan dari bagian otak yang
bernama amygdala dan hipotalamus.
Tingkat aktivitas saraf dalam sel inti amygdala berkurang
karena efek yang menenangkan dari musik. Efek ini berhubungan dengan
sinyal yang dikirim ke bagian lain dari otak. Itu sebabnya musik banyak
digunakan untuk terapi, healing, maupun meditasi. Salah
satunya penyembuhan pasien penderita stroke. Langkah pertama adalah
menganalisa jenis musik yang cocok dan disukai si pasien. la melakukan
wawancara tentang latar belakang pasien.
Menurut dia, musik yang paling
cocok adalah yang kerap didengar manusia ketika berumur 0-5 tahun. Itu
adalah masa yang paling nyaman untuknya. Kalau diketahui bahwa pasien
tersebut menyukai gamelan, misalnya, ia pun menggubah musik dari gamelan
dan diperdengarkan di ruangan si pasien. Setelah tiga bulan, hasil
penelitian menunjukkan ada penurunan tingkat kecemasan.
Untuk keperluan terapi,
Djohan menuturkan bahwa musik yang digunakan harus benar-benar cocok
untuk penderita. Jika diperdengarkan musik yang tidak disenangi atau
asing, efeknya bisa jadi negatif. Susah juga ya.
Thanks for reading:
Musik Dapat Mengurangi Tingkat Penyakit Stroke