Halo Sobat ZenithPreneur. Hari ini,ada pembahasan yang cukup menarik . Apa keuntungan dan resiko yang ada
apabila kita mendirikan usaha bersama teman? Well, it brings back my memory.
Dulu PMC dan Majalah Studentpreneur juga didirikan awalnya bersama
teman sendiri. Dari awalnya cuma ngobrol-ngobrol waktu makan siang
bareng di kantin, sampai akhirnya tercetus berbagai ide gila yang kami
eksekusi bersama.
Oke coba saya share pengalaman pribadi saya ketika start-up PMC.
Waktu itu saya bersama Camila, sama-sama membutuhkan tambahan uang saku.
Maklum, kalau tidak salah ingat, kami waktu itu masih semester 4 atau 5
di sebuah Universitas swasta di Surabaya. Meskipun sebenarnya bisa
meminta uang saku langsung ke orang tua, kami kok mikirnya itu “kurang
keren”. Akhirnya kami mikir bareng, apa ya yang kira-kira bisa
menghasilkan cukup uang untuk kita tidak perlu meminta ke orang tua
lagi. Kami lihat skill masing-masing, dan berkesimpulan bahwa mungkin
industri copywriting cocok untuk kami. Saya dengan skill marketing dan
IT bersama Camila dengan skill jurnalistik dan Bahasa Inggrisnya yang
luar biasa.
Nah, apakah semuanya berjalan dengan lancar? Not really, but not that
bad too. Karena tidak punya pengalaman berbisnis cukup sebelumnya, kami
berdua sempat ditipu oleh klien dari Amerika. Kami sudah bekerja keras
menyelesaikan pesanan klien tersebut, dan ternyata kami dibayar dengan
cek kosong yang tidak bisa diuangkan. Tentunya itu merupakan pukulan
telak bagi kami yang masih terlalu muda untuk mengerti tentang bisnis.
Di titik ini, hubungan co-founding kami malah menguat. Kami saling
menguatkan, dan merasa bahwa kami hanya perlu untuk bertindak lebih
berhati-hati nantinya. Pembagian tugas diantara kami sangat jelas. Saya
cari klien dan eksekusi marketing entah itu online maupun offline
beserta urusan human resource, sedangkan Camila fokus di teknikal,
membimbing penulis-penulis di PMC. Tentunya friksi dan pertengkaran juga
sering terjadi, apalagi tentang pengambilan keputusan. Akhirnya kami
memutuskan untuk saling percaya, dan membagi decision making lebih jelas
lagi. Segala keputusan akhir tentang marketing ada di saya, segala
keputusan tentang teknikal ada di dia, dan segala keputusan tentang HR
harus mencapai kata mufakat antara kami berdua. Perkara finansial? Kami
menerapkan sistem keuangan terbuka.
So yeah, everything went well. Sekarang Camila memang sudah tidak di
PMC lagi. Namun itu karena dia ingin fokus di perusahaan pembuat
aplikasi iPad bersama salah satu dosen kami. Kami masih berhubungan baik
meskipun sudah berbeda perusahaan. Co-Founding dalam kasus saya memang
banyak pertengkaran, namun segalanya bisa berjalan lancar karena kami
menerapkan berbagai trik diatas. Menurut Professor Noam Wasserman,
hubungan co-founding antar teman atau keluarga adalah yang paling sering
dipilih oleh orang, namun justru mempunyai tingkat kegagalan tertinggi
dari segala jenis co-founding lainnya. Saya akan membahas tentang
penelitian Noam Wasserman beserta beberapa contoh lain mendirikan usaha
bersama teman yang berhasil maupun yang gagal di bagian kedua besok.
Akhir-akhir ini
saya cukup sibuk dengan mata kuliah saya sehingga saya mencoba metode
baru dengan membaca artikelnya saja terus dicopas. Sebagai orang yang
baik saya pastinya mencantumkan sumbernya. Tapi Insya Allah ini
bermanfaat bagi yang mau membacanya.
Thanks for reading:
Cerita Parteran